SKBK

0 comments:

Pendidikan karakter

 

A.  Pendahuluan

Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, pendidikan karakter inipun diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam mensukseskan Indonesia Emas 2025. Undang Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan hal ini, maka pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan merupakan upaya yang terencana dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar berkembang dan tumbuh menjadi manusia yang mandiri, bertanggungjawab, kreatif, berilmu, sehat, dan berakhlak mulia baik dilihat dari aspek jasmani maupun ruhani. Manusia yang berakhlak mulia, yang memiliki moralitas tinggi sangat dituntut untuk dibentuk atau dibangun agar peradaban suatu bangsa dapat ditegakkan. Peradaban dan budaya suatu bangsa Indonesia memiliki ciri tidak hanya sekedar memancarkan kemilau pentingnya pendidikan, melainkan juga mampu merealisasikan konsep pendidikan dengan cara pembinaan, pelatihan dan pemberdayaan SDM Indonesia secara berkelanjutan dan merata.
Didin Hafidhuddin dalam Pendidikan Karakter Bangsa Berbasis Agama mengemukakan bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah usaha dan upaya bersama yang dilakukan secara sadar, serius, dan sungguh-sungguh dalam rangka membangun watak dan karakter peserta didik secara komprehensif.[1] Selaras dengan hal ini Konfrensi internasional pertama tentang pendidikan Islam di Mekkah yang diadakan pada tahun 1977 memberikan rekomendasi bahwa yang dimaksud dengan pendidikan karakter adalah:
Education should aim at the balanced growth of the total personality of man, through the training of man’s spirit, intellect the rational itself, feelings and bodily senses ..... both individually and collectively and motivate all these aspect toward goodness and attainment of perfection ….. these at complete submission to Allah on the level of the individual, community at large ……,[2] (Pendidikan karakter akan menumbuhkan kepribadian manusia secara totalitas mencakup seperti semangat, kecerdasan, perasaan dan sebagainya, baik dalam kehidupan pribadinya, masyarakatnya untuk melakukan kebaikan dan kesempurnaan, serta dalam rangka pengabdian kepada Allah SWT, melalui tindakan pribadi, masyarakat, maupun kemanusiaan secara luas).

Dengan demikian, pendidikan karakter itu berdasarkan pada nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ajaran agama. Fungsi agama dalam kehidupan manusia sangat besar dan bervariasi. Agama tidak hanya dipakai oleh manusia sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang sifatnya sesuai dengan ajaran-ajaran dari agama yang bersangkutan, tetapi juga sering dipergunakan untuk hal-hal yang bertentangan dengan agama itu sendiri.
Pemakaian agama sebagai alat legitimasi biasanya muncul pada bangsa-bangsa yang tidak homogen secara agama. Gejala seperti ini akan muncul ke permukaan apabila kepercayaan-kepercayaan yang berbeda mengenai realitas yang tertinggi (ultimate) masuk ke dalam arena politik, mereka mulai bertikai dan makin jauh dari sikap kompromi. Berdasarkan kenyataan ini ada kecenderungan pada masyarakat modern yang secular, seperti di negeri-negeri Barat untuk memisahkan agama dari kehidupan, kendati di beberapa tempat lainnya diakui pula adanya pemikiran-pemikiran, praktik-praktik, dan pranata-pranata keagamaan tetap merupakan pusat kehidupan.[3]
Dari aspek ilmu-ilmu sosial, fenomena agama dalam konteks sosial politik memiliki keterkaitan dengan kekuasaan serta legitiasi dalam wacana politik, kenyataan ini bisa disebut sebagai realitas interaksi agama melalui pendidikan karakter dalam kehidupan sosial maupun politik. Wacana mengenai hal ini merupakan isu yang sarat kontroversi baik di kalangan para pemikir Barat maupun pemikir Muslim, lebih-lebih lagi ketika isu tersebut masuk dalam kehidupan masyarakat empirik. Di dunia intelektual Muslim wacana ini secara konfrehensif pernah dikemukakan oleh ‘Abd ar-Rahman Ibn Khaldun.[4]
Ibn Khaldun menempatkan agama sebagai daya pemersatu yang akan membentuk karakter manuisa, serta sumber kekuatan kehidupan sosial maupun politik. Baginya agama lebih merupakan landasan pembangunan budaya dan peradaban bangsa dan kerajaan, sebab ia mempersatukan semua stakeholder dalam kehidupan sosial dan membuat bangsa tak terkalahkan.[5] Tanpa agama, suatu kelompok hanya mempunyai persatuan alamiah melalui rasa kelompok yang menyebabkan setiap anggotanya bertindak bersama guna mencapai keunggulan. Berkaitan dengan hal ini, Ibn Khaldun mengemukakan:
Warna keagamaan benar-benar menjauhkan rasa saling cemburu dari iri hati di antara bangsa yang mempunyai rasa kelompok yang sama, dan menyebabkan mereka menyatu dalam kebenaran. Di satu pihak, bila seke-lompok orang yang memiliki satu warna keagamaan dapat mencapai satu pendapat yang benar dalam menghadapi segala persoalan, tak seorang pun dapat menahan mereka. Sebab sudut pandang mereka satu dan tujuan mereka pun merupakan kesepakatan bersama, mereka rela mati untuk tujuan-tujuannya. Di lain pihak, anggota dinasti yang mereka serang mungkin lebih banyak dari jumlahnya. Namun, golongan tersebut mempunyai tujuan-tujuan yang berbeda. Mereka mempunyai tujuan-tujuan yang sesat dan bercerai-berai, lantaran takut mati. Karena itu, perlawanan mereka tidak berarti bagi orang yang memiliki warna keagamaan, sekaligus jumlah mereka lebih besar. Mereka dikuasai kelompok kecil yang memiliki warna keagamaan itu, dan dalam tempo singkat disapu habis, hingga lenyap.[6]

Jadi, pendidikan karakter merupakan suatu keniscayaan yang sudah lama menjadi problem di kalangan pemikir Islam seperti Ibn Khaldun. Bagi seorang Muslim, pemisahan antara agama dari kehidupan sosial terutama dalam dunia pendidikan sejak awal tidak dikenal, karena agama secara langsung memasuki dan mengatur berbagai aspek kehidupan sosial manusia. Bagaimana konsep pendidikan karakter yang dapat membangun budaya dan peradaban bangsa? Tulisan ini berupaya untuk menganalisis gagasan pendidikan karakter untuk membangun budaya dan peradaban bangsa dalam perspektif filsafat pendidikan Ibn Khaldun.

B.  Sketsa tentang Kehidupan Ibn Khaldun
Ibn Khaldun lahir pada tanggal 27 Mei 1332 M. atau 1 Ramadhan 723 H. di Tunisia.[7] Dia berasal dari sebuah keluarga yang terkemuka dalam bidang ilmu pengetahuan maupun politik.[8] Pendidikan pertama diperoleh dari bapaknya, kemudian ia dikirim orang tuanya untuk belajar ilmu hadis kepada Syam ad-Din Abu ‘Abd Allah al-Wadiyasyi (1274-1348 M./665-739 M.) dan mendalami ilmu fiqh kepada beberapa ahli fiqh (fuqaha’) terkemuka seperti Muhammad Ibn ‘Abd as-Salam al-Hawwari (1278-1349 M./669-738 H.) dan Abu Muhammad Ibn ‘Abd al-Muhaimin al-Hadhrami (1277-1349 M./668-738 H.). Di samping itu, Ibn Khaldun juga mempelajari ilmu-ilmu yang bernuansa filosofis, misalnya teologi, logika (mantiq), ilmu-ilmu kealaman, matematika dan astronomi kepada Abu ‘Abd Allah Muhammad Ibn Ibrahim al-Abili (1282-1356 M./673-745 H.) seorang ulama yang sangat menguasai ilmu filsafat dan ilmu-ilmu rasional yang begitu dikagumi Ibn Khaldun.[9]
Pada usia yang masih relatif muda, sekitar 18 tahun, Ibn Khaldun telah menguasai beberapa disiplin ilmu keislaman yang klasik, termasuk ilmu-ilmu rasional yang bernuansa kefilsafatan. Meski demikian, semua ini tidak membuat dia puas dan berusaha untuk memperluas wawasannya dengan mempelajari disiplin ilmu lain seperti ilmu politik, sejarah, ekonomi, geografi dan lain sebagainya.[10] Dengan kapasitas intelektual yang dimilikinya inilah menyebabkan dia mempunyai perdekatan yang berbeda ketika menganalisa gejala sosial yang terjadi pada manusia dan masyarakat yang akan memunculkan ilmu-ilmu teoritis dan ilmu-ilmu praktis.[11] Pada aspek inilah letak kelebihan dan sekaligus kekurangan Ibn Khaldun. Pengetahuannya yang luas dan bercorak ensiklopedis, namun demikian, dalam sejarah ia tidak dikenal sebagai orang yang menguasai suatu bidang disiplin ilmu.
Memasuki usianya yang ke-20 tahun, Ibn Khaldun menghentikan kegiatan studinya dan ikut aktif dalam kehidupan politik yang penuh dengan pergolakan yang mewarnai kawasan Barat Muslim termasuk Tunisia tempat kelahirannya, yang berujung pada hancurnya Dinasti al-Muwahhidun (akhir abad VII H.) serta berdirinya beberapa dinasti-dinasti kecil. Di Tunisia terdapat Dinasti Bani Hafs (1228-1574 M./619-965 H.), di Tlemcen dan Barbaria Tengah (Aljazair sekarang) berdiri Dinasti Bani ‘Abd al-Wad, di Fez dan Maroko terdapat Dinasti Bani Marin (1269-1420 M./660-811 H.). Di antara ketiga dinasti tersebut, Dinasti Bani Marin merupakan dinasti yang paling kuat. Wilayah kekuasaannya semakin bertambah luas dari waktu ke waktu, terutama ketika dinasti itu diperintah oleh Sultan Abu al-Hasan yang berkuasa di Fez pada tahun 1330 M./731 H. Pada masa kekuasaan-nya ia menyerang kota-kota sekitar Gibraltar dan merampasnya dari penguasa Kristen di tahun 1346 M./743 H. Kemudian ia memperluas kekuasaannya ke arah Timur dengan menduduki Tlemcen dan seluruh Barbaria Tengah pada tahun 1346 M./747 H. yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Dinasti Bani ‘Abd al-Wad. Kemudian tahun 1347 M./748 H. Sultan Abu al-Hasan berhasil menguasai Tunisia setelah merebutnya dari kekuasaan Bani Hafs.[12] Dalam suasana pertarungan politik itulah wilayah sekitar Afrika Utara diserang oleh wabah penyakit menular yang melanda seluruh dunia Islam dari Samarkand sampai ke Mauritania. Wabah penyakit itu tidak hanya melanda kawasan Timur melainkan juga sampai ke Italia dan sebagian besar wilayah Eropa termasuk Spanyol. Dalam bencana tersebut Ibn Khaldun kehilangan kedua orang tua dan saudaranya, demikian pula guru-gurunya, serta sebagian besar penduduk Tunisia menjadi korban.[13]
Setelah berjangkitnya wabah penyakit menular tersebut, Sultan Abu al-Hasan meninggalkan kota Tunisia pada tahun 1349 M./750 H. dengan sejumlah penduduk, para ulama dan para sastrawan menuju kota Fez di Maroko untuk menyelamatkan diri.[14] Kendati demikian, dia tetap melakukan berbagai penaklukan untuk memperluas kekuasaan Bani Marin. Pada saat itu wilayah kekuasaan dinasti ini sudah meliputi Maroko, Barbaria Tengah dan Tunisia. Dengan begitu Dinasti Bani Marin telah berhasil melenyapkan Dinasti Bani Hafs dan Dinasti Bani al-Wad.
Peristiwa yang sangat menyeramkan ini ternyata berimplikasi pada terhentinya semua kegiatan yang berhubungan dengan pendidikannya. Dengan perasaan yang sangat menyedihkan karena kehilangan orang-orang yang begitu dicintai dan dihormatinya, tidak memungkinkan baginya untuk melanjutkan studinya sebagaimana ketika orang tuanya masih hidup. Kondisi inilah yang merubah jalan hidupnya untuk beralih kepada aktivitas politik.
Dengan demikian, Ibn Khaldun sudah mulai menancapkan niatnya untuk mengikuti jejak leluhurnya yang sebagian besar berkiprah dalam dunia politik. Meski demikian, kiprahnya sebagai tokoh politik member inspirasi baginya untuk meletakan konsep sosial sebagai dasar pemikirannya di bidang filsafat yang membuat ia dikenal sebagai filosof dan juga sebagai seorang sosiolog yang memiliki perhatian besar terhadap pendidikan. Abuddin Nata dalamFilsafat Pendidikan Islam menyatakan bahwa perhatian Ibn Khaldun terhadap pendidikan terlihat dari pengalamannya sebagai yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.[15]

C.  Konsep Dasar dan Tujuan Pendidikan Karakter Menurut Ibn Khaldun
Ibn Khaldun melihat manusia sebagai seorang Muslim dan telah mempunyai dasar untuk pemhaman tentang ajaran Islam yang akan membentuk karakternya, karena itu konsepnya tentang kemanusiaan merupakan hasil dari derivikasi upaya intelektulanya untuk membuktikan dan memahami asumsi yang terdapat dalam Al-Quran melalui gejala dan aktivitas kemanusiaan.[16] Ibn Khaldun memandang bahwa Allah SWT telah membedakan manusia dengan binatang karena kemampuannya untuk berpikir. Binatang hanya bertindak berdasarkan insting, persepsinya berpencar-pencar,[17] sedangkan manusia mampu menentukan suatu rentetan kausal secara teratur dan dapat mengatur tindakan-tindakannya secara tertib.[18]
Ibn Khaldun menjelaskan bahwa kemampuan berpikir yang dimiliki manusia baru merupakan potensi akan menjadi aktual setelah sifat kebinatangannya mencapai kesempurnaan di dalam dirinya, dimulai dari kemampuan membedakan (tamyiz). Pencapaian setelah itu didapat oleh manusia adalah akibat dari persepsi sensual dan kemampuan berpikirnya. Pikiran dan pandangannya manusia dicurahkan untuk mencari hakikat kebenaran. Karena itu, manusia juga akan memperhatikan peristiwa-peristiwa yang dialaminya yang bermanfaat bagi essensi dan eksistensinya. Akhirnya, upaya mencari pengetahuan tentang hakikat sesuatu menjadi suatu kebiasaan dalam dirinya, kebiasaan itu disebut oleh Ibn Khaldun sebagai Malakah.
Khazanah ilmu pengetahuan timbul melalui malakah karena dengannya manusia mampu mengenali gejala dan hakikat segala sesuatu. Setelah itu, jiwa manusia akan tertarik untuk mendalami ilmu tersebut sehingga ia membutuhkan orang lain untuk melepaskan dahaga keingintahuannya. Dari sinilah timbul pengajaran (ta’lim) yang merupakan hal alami di tengah umat manusia.[19] Karena itu, Ibn Khaldun melihat pendidikan sebagai usaha transformatif potensialitas (attaqah al-quswa) manusia yang bertujuan mengoptimalkan pertumbuhkan dan perkembangannya yang akan membentuk budaya dan peradaban suatu bangsa. Pendidikan harus diletakkan sebagai bagian integral dari pembangunan budaya dan peradaban (al-umran) karena budaya dan peradaban sendiri dibangun berdasarkan pendidikan.[20] Pendidikan juga merupakan sarana bagi manusia mengetahui hukum-hukum Allah SWT yang telah disyariatkan atasnya dan menggapai ma’rifat dengan menjalankan praktek-praktek ibadah.
Secara ringkas Syed Omar bin Syed Agil dalam Philosophy of Education in Prolegomena Ibn Khaldun menjelaskan sebagai berikut:
In order to understand his views on education, it is imperative that Ibn Khaldun’s elucidation of knowledge and intellect and the function of the soul is explicated. His elucidation of the significance of the soul in relation to knowledge is remarkable. Although in the Prolegomena he explicates that the soul is the source of good and evil deeds, he also suggests that it is a centre for acquiring and storing of knowledge. Man is able to think and engage in perception through the powers of the soul. The soul influences the body through action and perception. When a man is frequently exposed to a body of knowledge it gets imprinted in the soul and becomes a habit that will not easily disappear. His intelligence is enhanced with the greater exposure of knowledge and crafts to the soul.[21]

Ibn Khaldun berpandangan bahwa perbendaharaan ilmu manusia tercakup pada jiwa manusia itu sendiri. Allah menciptakan persepsi yang bermanfaat baginya untuk berpikir dan memperoleh pengetahuan ilmiah.[22]Manusia dapat memperoleh ilmu pengetahuan melalui naluri yang ditanamkan Allah dalam akal, apabila tujuan esensial mereka dalam penyelidikannya itu adalah mencari kebenaran serta menggantungkan diri pada rahmat Allah.[23]Ibn Khaldun memandang kebenaran yang hakiki bersumber dari Allah SWT. Kebenaran bukan hanya ada di dalam realita, melainkan ada kebenaran hakiki (haq-al yakin) yang datang dari Ilahi. Meskipun demikian, pengetahuan yang mungkin didapat manusia dari penyelidikannya hanya sebatas ‘ain al-yaqin atau lebih tinggi lagi yang dapat dicapai manusia adalah ilm al-yaqinmeskipun mereka berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai yang haq al-yakin.[24]
Ibn Khaldun melihat ada kawasan lain selain akal dan indera untuk memperoleh ilmu pengetahuan, yaitu persepsi Supernatural-Ilahiah. Di atas alam manusia, ada alam spiritual yang dapat dibuktikan dengan pengaruh-pengaruhnya terhadap manusia dengan kekuatan persepsi dan kehendak yang diberikan kepadanya. Esensi alam spiritual yang merupakan persepsi murni dan pemikiran absolut disebut alam ruh. Upaya untuk mencapai alam tersebut, jiwa manusia suatu waktu harus bisa melepaskan diri dari ikatan fisik atau kemanusiaannya agar bisa menjadi bagian dari malaikat dan pada saat yang sama sifat kemanusiaan pun akan kembali lagi. Keadaan seperti ini hanya dapat dicapai melalui latihan rohani (riyadlah); seperti zikir, puasa dan bertahajud, sehingga Allah akan mengajarkan manusia apa-apa yang tidak diketahuinya (Ibn Khaldun, 1989: 528).

D.  Pendidikan Karakter untuk Membangun Budaya dan Peradaban Bangsa
Pendidikan karakter sebenarnya bukanlah hal baru dalam sistem pendidikan di Indonesia, sejak lama pendidikan karakter ini telah menjadi bagian penting dalam misi kependidikan nasional walaupun dengan penekanan dan istilah yang berbeda. Wacana urgensi pendidikan karakter kembali menguat dan menjadi bahan perhatian sebagai respons atasberbagai persoalan bangsa terutama masalah dekadensi moral seperti korupsi, kekerasan, perkelahian antar pelajar, bentrok antar etnis dan perilaku seks bebas yang cenderung meningkat. Fenomena tersebut menurut H.A.R Tilaar merupakan salah satu ekses dari kondisi masyarakat yang sedang berada dalam masa transformasi sosial menghadapi era globalisasi (H.A.R Tilaar 1999: 3).
Sesungguhnya pendidikan karakter merupakan sebuah program kurikuler telah dipraktekan pada beberapa negara. Sebuah studi yang dilakukan oleh J. Mark Halstead dan Monica J. Taylor menunjukkan bagaimana pembelajaran dan pengajaran nilai-nilai sebagai cara membentuk karakter terpuji telah dikembangkan di sekolah-sekolah di Inggris. Peran sekolah yang menonjol terhadap pembentukan karakter berdasarkan nilai-nilai tersebut ialah dalam dua hal yaitu:
to build on and supplement the values children have already begun to develop by offering further exposure to a range of values that are current in society (such as equal opportunities and respect for diversity); and to help children to reflect on, make sense of and apply their own developing values(Halstead dan Taylor, 2000: 169).

Pembangunan karakter budaya dan peradaban suatu bangsa harus dilengkapi dengan nilai-nilai yang telah dimiliki anak agar berkembang sebagaiamana nilai-nilai tersebut juga hidup dalam masyarakat, serta agar anak mampu merefleksikan, peka, dan mampu menerapkan nilai-nilai tersebut, maka pendidikan karakter tidak bisa berjalan sendirian. Karakter warga negara yang baik merupakan tujuan universal yang ingin dicapai dari pendidikan kewarganegaraan di negara-negara manapun di dunia. Meskipun terdapat ragam nomenklatur pendidikan kewarganegaraan di sejumlah negara menunjukkan bahwa pembentukan karakter warga negara yang baik tidak bisa dilepaskan dari kajian pendidikan kewarganegaraan itu sendiri (Kerr, 1999; Cholisin, 2004; Samsuri, 2004, 2009).
Pada era Orde Baru pembentukan karakter warga negara nampak ditekankan kepada mata pelajaran seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP) maupun Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) bahkan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Di era pasca-Orde Baru, kebijakan pendidikan karakter pun ada upaya untuk ”menitipkannya” melalui Pendidikan Kewarganegaraan di samping Pendidikan Agama.
Robertson dalam Globalization: Social Theory and Global Culture, menyatakanera globalisasi ini akan melahirkan global culture (which) is encompassing the world at the international level. Dengan adanya globalisasi problematika ‎menjadi sangat kompleks. Globalisasi disebabkan perkembangan ‎teknologi, kemajuan ekonomi dan kecanggihan sarana informasi. Kondisi tersebut diatas telah ‎membawa dampak positif sekaligus dampak negatif bagi bangsa indonesia, Kebudayaan negara-negara Barat ‎yang cenderung mengedepankan rasionalitas, mempengaruhi negara-negara Timur termasuk‎Indonesia yang masih memegang adat dan kebudayaan leluhur yang menjunjung nilai-nilai ‎tradisi dan spiritualitas keagamaan.
Kenyataan di atas menjadi tantangan terbesar bagi dunia pendidikan saat ini. Proses pendidikan sebagai upaya mewariskan nilai-nilai luhur suatu bangsa yang bertujuan melahirkan generasi unggul secara intelektual dengan tetap memelihara kepribadian dan identitasnya sebagai bangsa. Pada aspek inilah letak esensial pendidikan yang memiliki dua misi utama yaitu “transfer of values” dan juga “transfer of knowledge”.Pendidikan hari ini dihadapkan pada situasi dimana proses pendidikan sebagai upaya pewarisan nilai-nilai lokal di satu sisi menghadapi derasnya nilai global. Kondisi demikian menurut Tilaar (1999: 17) membuat pendidikan hari ini telah tercabik dari keberadaannya sebagai bagian yang terintegrasi dengan kebudayaannya (H.A.R Tilaar 1999: 17). Gejala pemisahan pendidikan dari kebudayaan dapat dilihat dari gejala-gejala sebagai berikut, yaitu: Pertama, kebudayaan telah dibatasi pada hal-hal yang berkenaan dengan kesenian, tarian tradisional, kepurbakalaan termasuk urusan candi-candi dan bangunan-bangunan kuno, makam-makam dan sastra tradisional. Kedua, nilai-nilai kebudayaan dalam pendidikan telah dibatasi pada nilai-nilai intelektual belaka. Ketiga, nilai-nilai agama bukanlah urusan pendidikan tetapi lebih merupakan urusan lembaga-lembaga agama”.
Gambaran tersebut menjadi dasar untuk memperhatikan pentingnya pembangunan karakater (Character building) manusia indonesia yang berpijak kepada khazanah nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Koentjaraningrat memberikan jalan bagaimana agar gejala pemisahan pendidikan dari kebudayaan ini dapat segera teratasi, ia menyarankan pentingnya kembali merumuskan kembali tujuh unsur universal dari kebudayaan, antara lain: sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, keseniaan, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan. Kebudyaan yang menjadi alas pendidikan tersebut haruslah bersifat kebangsaan. Dengan demikian, kebudayaan yang dimaksud adalah kebudyaan yang riil yaitu budaya yang hidup di dalam masyarakat kebangsaan Indonesia. Sedangkan pendidikan mempunyai arah untuk mewujudkan keperluan perikehidupan dari seluruh aspek kehidupan manusia dan arah tujuan pendidikan untuk mengangkat derajat dan harkat manusia.

E.  Pendidikan Karakter Berbasis Budaya dan Strategi Pengembangannya
Pendidikan karakter berbasis budaya, kebudayaan dimaknai sebagai sesuatu yang diwariskan atau dipelajari, kemudian meneruskan apa yang dipelajari serta mengubahnya menjadi sesuatu yang baru, itulah inti dari proses pendidikan. Apabila demikian adanya, maka tugas pendidikan sebagai misi kebudayaan harus mampu melakukan proses;pertama pewarisan kebudayaan, kedua membantu individu memilih peran sosial dan mengajari untuk melakukan peran tersebut, ketiga memadukan beragam identitas individu ke dalam lingkup kebudayaan yang lebih luas, keempat harus menjadi sumber inovasi sosial.
Tahapan tersebut diatas, mencerminkan jalinan hubungan fungsional antara pendidikan dan kebudayaan yang mengandung dua hal utama, yaitu : Pertama, bersifat reflektif, pendidikan merupakan gambaran kebudayaan yang sedang berlangsung. Kedua,bersifat progresif, pendidikan berusaha melakukan pembaharuan, inovasi agar kebudayaan yang ada dapat mencapai kamajuan. Kedua hal ini, sejalan dengan tugas dan fungsi pendidikan adalah meneruskan atau mewariskan kebudayaan serta mengubah dan mengembangkan kebudayaan tersebut untuk mencapai kemajuan kehidupan manusia.
Dengan demikian, urgensi pendidikan karakter itu dimana proses pendidikan merupakan ikhtiar pewarisan nilai-nilai yang ada kepada setiap individu sekaligus upaya inovatif dan dinamik dalam rangka memperbaharui nilai tersebut ke arah yang lebih maju lagi. Karena itu, pendidikan karakter merupakan goalendingdari sebuah proses pendidikan. Karakter adalah buah dari budi nurani. Budi nurani bersumber pada moral. Moral bersumber pada kesadaran hidup yang berpusat pada alam pikiran. Moral memberikan petunjuk, pertimbangan, dan tuntunan untuk berbuat dengan tanggung jawab sesuai dengan nilai, norma yang dipilih. Dengan demikian, mempelajari karakter tidak lepas dari mempelajari nilai, norma, dan moral.
Sejatinya karakter sesuatu yang potensial dalam diri manusia, ia kemudian akan aktual dikala terus menerus dikembangkan, dilatih melalu proses pendidikan.Mengingat banyak nilai-nilai yang harus dikembangkan dalam pendidikan karakter, kita bisa mengklasifikasikan pendidikan karaktertersebut ke dalam tiga komponen utama yaitu:
1.    Keberagamaan; terdiri dari nilai-nilai (a). Kekhusuan hubungan dengan tuhan; (b). Kepatuhan kepada agama; (c). Niat baik dan keikhlasan; (d). Perbuatan baik; (e). Pembalasan atas perbuatan baik dan buruk.
2.    Kemandirian; terdiri dari nilai-nilai (a). Harga diri; (b). Disiplin; (c). Etos kerja; (d). Rasa tanggung jawab; (e). Keberanian dan semangat; (f). Keterbukaan; (g). Pengendalian diri.
3.    Kesusilaan terdiri dari nilai-nilai (a). Cinta dan kasih sayang; (b). kebersamaan; (c). kesetiakawanan; (d). Tolong-menolong; (e). Tenggang rasa; (f). Hormat menghormati; (g). Kelayakan/ kepatuhan; (h). Rasa malu; (i). Kejujuran; (j). Pernyataan terima kasih dan permintaan maaf (rasa tahu diri). (Megawangi, 2007)
Megawangi juga telah menyusun kurang lebih ada 9 karakter mulia yang harus diwariskan yang kemudian disebut sebagai 9 pilar pendidikan karakter, yaitu : a). Cinta tuhan dan kebenaran; b). Tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian; c). Amanah; d). Hormat dan santun; e). Kasih sayang, kepedulian dan kerjasama; f) percaya diri, kreatif dan pantang menyerah; g). Keadilan dan kepemimpinan; h). Baik dan rendah hati; i). Toleransi dan cinta damai. (Elmubarok, 2008: 111).
Pola pengajaran terhadap nilai-nilai tersebut di atas, sebagaimana dikemukan oleh Lickona memberikan penjelasan ada tiga komponen penting dalam membangun pendidikan karakater yaitu moral knowing(pengetahuan tentang moral), moral feeling (perasaan tentang moral) dan moral action(perbuatan bermoral). Ketiga hal tersebut dapat dijadikan rujukan implementatif dalam proses dan tahapan pendidikan karakater. Selanjutnya, kira-kira misi atau sasaran apa saja yang harus dibidik dalam pendidikan karakter? Pertama kognitif, mengisi otak, mengajarinya dari tidak tahu menjadi tahu, danpada tahap-tahap berikutnya dapat membudayakan akal pikiran, sehingga diadapat memfungsi akalnya menjadi kecerdasan intelegensia. Kedua, afektif, yangberkenaan dengan perasaan, emosional, pembentukan sikap di dalam diri pribadiseseorang dengan terbentuknya sikap, simpati, antipati, mencintai, membenci, dan lain sebagainya. Sikap ini semua dapat digolongkan sebagai kecerdasan emosional. Ketiga, psikomotorik, adalah berkenaan dengan aktion, perbuatan, perilaku, dan seterusnya.
Jadi, apabila disinkronkan ketiga ranah tersebut dapat disimpulkan bahwa darimemiliki pengetahuan tentang sesuatu, kemudian memiliki sikap tentang hal tersebut dan selanjutnya berprilaku sesuai dengan apa yang diketahuinya dan apayang disikapinya. Pendidikan karakter, adalah meliputi ketiga aspek tersebut. Seseorangmesti mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk. Selanjutnya bagaimana seseorang memiliki sikap terhadap baik dan buruk, dimana seseorang sampai ketingkat mencintai kebaikan dan membenci keburukan. pada tingkat berikutnya bertindak, berprilaku sesuai dengan nilai-nilai kebaikan, sehingga muncullah akhlak dan karakter mulia.
Dengan demikian, pendidikan karakter merupakan jenis pendidikan yang harapan akhirnya adalah terwujudnya peserta didik yang memiliki integritas moral yang mampu direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam lingkungan. Adapun tujuan Pendidikan Karakter sebagaimana yang diungkapkanoleh Ki Hajar Dewantoro adalah “ngerti-ngerasa-ngelakoni”(menyadari,menginsyafi dan melakukan). Hal tersebut mengandung pengertian bahwa Pendidikan Karakter adalah bentuk pendidikan dan pengajaran yang menitikberatkan pada prilaku dan tindakan siswa dalam mengapresiasikan dan mengimplementasikan nilai-nilai karakter ke dalam tingkah laku sehari-hari.
Berdasarkan asumsi tersebut di atas, maka pendidikan karakter adalah hasil dari tindakan moral, maka pendekatan pendidikan moral dapat digunakan untuk pendidikan karakter. Untuk memahami tentang karakter maka pahamilah berbagai hal yang berhubungan dengan konsep moral yang harus diajarkan kepada para peserta didik melalui pengejaran yang baik.Terkait dengan metode pengajaran menurut Ibn Khaldun merupakan suatu keterampilan atau skill (sina’ah). Keterampilan dalam aspek sains-pengetahuan yang beragam, serta penguasaan atas pengetahuan tersebut merupakan akibat dari kebiasaan. Kebiasaan tersebut memungkinkan pemiliknya untuk menguasai semua prinsip dasar dan kaidah-kaidah ilmu tersebut dan akhirnya dapat digunakan untuk memahami permasalahan dan menguasai prinsip-prinsipnya dengan lebih mendetail (Ibn Khaldun, 1989: 534-535). Potensi intelek manusia juga bekerja secara bertahap seperti yang telah dijelaskan di awal.

F.   Penutup
Indonesia adalah negeri dengan penduduk keempat terbesar di dunia dan hidup di wilayah benua maritime yang sangat kaya dari semua aspeknya. Jika pembangunan budaya dan peradabannya tidak tertinggal, maka bersamaan dengan terus meningkatnya kualitas sumber daya manusia di seluruh dunia, sudah tentu pada saatnya Indonesia akan berkembang menjadi salah satu kiblat peradaban umat manusia. Pendidikan karakter memerlukan upaya-upaya pencerahan dalam membentuk kepribadian, watak, dan karakter generasi muda sekarang agar menghasilkan insan-insan unggulan di segala bidang.
Pola pendidikan karakter untuk membangun budaya dan peradaban bangsa memerlukan strategi pembangunan pendidikan nasional yang dinamis dan responsif terhadap tuntutan kebutuhan demikian itu. Strategi pendidikan nasional yang kita praktikkan sekarang memerlukan reformasi yang mendasar dan bahkan boleh jadi bersifat radikal sehingga dapat membuka optimisme ke arah perbaikan yang berarti di masa mendatang.
Melalui gagasan yang digali dari filsafat pendidikan Ibn Khaldun akan memberi harapan, kiranya kaum cerdik cendekia dan khususnya para ahli pendidikan dapat memikirkan pelbagai altenatif solusi dalam memperbaiki sistem pendidikan nasional kita dan kinerja lembaga-lembaga pendidikan dalam arti sempit, dan integrasi sistem pendidikan dalam arti luas dengan melibatkan semua actor dan factor yang berpengaruh terhadap pembentukan karakter bangsa.
Ibn Khaldun berhasil mendudukan secara proporsional ilmu-ilmu naqliahdengan aqliah. Hal itu dikarenakan beliau adalah seorang filosof yang orisinil dalam filsafat Islam, dan mampu menyingkirkan pengaruh-pengaruh filsafat yunani dalam pemikirannya. Dalam pemikiran tentang pendidikan, beliau tidak membagi ilmu menjadi fardhu Ain dan fardhu kifayah. Bagi Ibn Khaldun, penguasaan terhadap kedua jenis ilmu tersebut sangatlah penting. Ilmu-ilmu aqliyah menurutnya harus memperoleh porsi seimbang sebagaimana ilmu-ilmu naqliah.
Pemikiran terakhir ini menjadi poin penting lainnya dari pemikiran Ibn Khaldun yang dapat memecahkan prolematika pendidikan akibat adanya dikotomik ilmu dalam penyelenggaraan program-program pendidikan. Usaha-usaha perbaikan yang telah dilakukan oleh sebagian umat Islam dengan membuka sekolah-sekolah Islam terpadu, madrasah serta pesantren yang membekali peserta didiknya dengan ilmu-ilmu aqliah dan naqliah, perlu mendapat dukungan berbagai pihak terutama pemerintah sebagai pemegang otoritas. Karena itu, produk pendidikan yang dihasilkan adalah sosok manusia unggul dalam ilmu pengetahuan, lurus dalam pemikiran dan akidahnya, serta memiliki akhlakul qarimah. Manusia-manusia semacam inilah yang nantinya mampu menghidupkan tradisi keilmuan di kalangan masyarakat muslim yang berujung pada kelahiran kembali peradaban Islam. Inilah sebab mengapa Ibn Khaldun menempatkan pendidikanan sebagai bagian integral dari pembangunan budaya dan peradaban (al-umran).


DAFTAR PUSTAKA

Agil, Syed Omar bin Syed, Philosophy of Education in Prolegomena Ibn Khaldun, Universiti Tun Abdul Rajak. UNITAR E-JOURNAL Vol. 4, No. 1, January 2008. http://ejournal.unitar.edu.my22 November 2009.
Ahmad, Anis, Educational Thought of Ibn Khaldun, Journal of the Pakistan Historical Society, Vol.XVI., Karachi, 1968.
Alam, Manzoor. “Ibn Khaldun on the Origin, Growth and Decay of Cities.”Encyclopaedie Survei of Islmic Culture. Vol. V. 1997.
Alavi, Zianuddin, Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Klasik dan Pertengahan, Bandung : Penerbit Angkasa, 2003.
Al-Azmeh, Aziz. Ibn Khaldun. London and New York: Routledge. 1990.
Alberta Education. (2005). The Heart of Matter: Character and Citizenship Education in AlbertaSchool. Alberta: Alberta Education, Learning and Teaching Resources Branching, Minister of Education
Ali, A. Mukti. Ibn Khaldun dan Asal-usul Sosiologi. Yogyakarta: Yayasan Nida. 1970.
Baali, Fuad dan Ali Wardi. Ibn Khaldun and Islamic Thought Styles: A Social Perspective. Boston: Massachussetts G.K. Hall and co. 1981.
Baali, Fuad. Society, State, and Urbanism: Ibn Khaldun’s Sociological Thought. Albany: State University of New York Press. 1988.
Berkowitz, Marvin W. dan Bier, Mellinda C. (2005). What Works in Character Education: A Research-driven Guide for Educators. Washington:Character Education Partnership
Character Education Partnership. (2003). Character Education Quality Standards. Washington:Character Education Partnership
Cheddadi, Abdesselam, Ibn Khaldun, Paris: UNESCO International Bureau of Education, 2000.
Cholisin. (2004). “Konsolidasi Demokrasi Melalui Pengembangan Karakter Kewarganegaraan,” Jurnal Civics, Vol. 1, No. 1, Juni, pp. 14-28
Curriculum Corporation. (2003). The Values Education Study: Final Report. Victoria: Australian Government Dept. of Education, Science and Training.
Halstead, J. Mark dan Taylor, Monica J. (2000). “Learning and Teaching about Values: A Review of Recent Research.” Cambridge Journal of Education. Vol. 30 No.2, pp. 169-202.
Kerr, D. (1999). “Citizenship Education in the Curriculum: An International Review,” The School Field. Vol. 10, No. 3-4
Khaldun, Ibn, Muqaddimah, cetakan kedelapan, Jakarta : Pustaka Firdaus, 2008.
--       Ibn Khaldun in Modern Scholarship: A Study in Orientalism. London: Third World Center for Research and Publishing, 1981.
 --      Ibn Khaldun: An Essay in Reinterpretation. London: Frank Cass and Company. 1982.
 --      Ibn Khaldun: Sebuah Pengantar. Jakarta: Pustaka Firdaus. T.t.
Kirschenbaum, Howard. (2000).”From Values Clarification to Character Education: A Personal Journey.” The Journal of Humanistic Counseling, Education and Development. Vol. 39, No. 1, September, pp. 4-20
Lickona, Thomas. (1991). Educating for Character: How Our schools can teach respect and responsibility. New York: Bantam Books
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokoknya, Jakarta : Kalam Mulia, 2006.
Samsuri. (2004).“Civic Virtues dalam Pendidikan Moral dan Kewarganegaraan di Indonesia Era Orde Baru” Jurnal Civics, Vol. 1, No. 2, Desember.
Samsuri. (2007). “Civic Education Berbasis Pendidikan Moral di China.” Acta Civicus, Vol. 1 No. 1, Oktober.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Walidin, Warul, Konstelasi Pemikiran Pedagogik Ibn KhaldunPerspektif Pendidikan Modern, Lhokseumawe: Nadiya Foundation, 2003.
Williams, Mary M. (2000). “Models of Character Education: Perspectives and Developmental Issues.” The Journal of Humanistic Counseling, Education and Development. Vol. 39, No. 1, September, pp. 32-40.





[1]Didin Hafidhuddin dalam Pendidikan Karakter Bangsa Berbasis Agama, makalah yang disampaikan dalam Workshop Nasional Standarisasi MPK-PAI Jakarta 13 Agustus 2009, hlm. 1.

[2]Ibid.
[3]Bryan R. Wilson, Religion in Secular Society, (London: Penguin Books, 1969), hlm. 9.
[4]Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun and Islamic Thought Styles: A Social Perspective, (Boston: Massachussetts G.K. Hall and co., 1981), hlm. 9.
[5]Barbara F. Stowasser, “Religion and Political Development: Some Ideas on Ibn Khaldun and Machiavelli”, dalam Occasional Papers Series, Center for Comparative Arab Studies, Georgetown University, Januari, 1983, hlm. 2.
[6]Ibn Khaldun, The Muqaddimah: an Introduction to History, alih bahasa Franz Rosenthal, (New York: Bollingen, 1958), vol. I, hlm. 320.
[7]Muhammad Talbi, “Ibn Khaldun”, The Encyclopaedia of Islam, Vol. III, hlm. 825. Bandingkan dengan Hasan Saab, “Ibn Khaldun”, Encyclopedia of Philosophy, Vol. IV. hlm. 107.
[8]Fuad Baali, Society State, and Urbanism: Ibn Khaldun’s Sociological Thought (New York: State University of New York Press, 1988), hlm. 1. Lihat juga S. Dabydeen, “Ibn Khaldun: An Interpretation”, The Islamic Quarterly, Vol. XIII, Nomor 2, 1969, hlm. 79.
[9]‘Abd al-Rahman Ibn Khaldun (selanjutnya disebut Ibn Khaldun) At-Ta’arif bi Ibn Khaldun wa Rihlatuhu Gharban wa Syarqan, editor Muhammad Ibn Tawit at-Tanji (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1992), jilid III, hlm. 481-483. Lihat juga A. Mukti Ali, Ibn Khaldun dan Asal-usul Sosiologi (Yogyakarta: Yayasan Nida, 1970), hlm. 16-17.
[10]Muhsin Mahdi, Ibn Khaldun’s Philosophy of History: A Study in the Philosophic Foundations of the Science of Culture (Chicago: University of Chicago Press, 1964), hlm. 27-29.
[11]Ann K. S. Lambton, State and Government in Medieval Islam: An Introduction to the Study of Islamic Political Theory, The Jurists (Oxford: Oxford University Press, 1985), hlm. 152. Bandingkan dengan Heinrich Simon, Ibn Khaldun’s Science of Human Culture, alih bahasa Fuad Baali (Lahore: S.HLM. Muhammad Ashraf, 1978), hlm. 9.
[12]‘Ali ‘Abd al-Wahid Wafi, Ibn Khaldun: Riwayat dan Karyanya, alih bahasa Akhmadi Thoha (Jakarta: Grafiti, 1985), hlm. 21-22. Lihat juga A. Mukti Ali, op.cit.,hlm. 17-18.
[13]Ibn Khaldun menyebutkan peristiwa itu dengan rasa duka yang mendalam: “Ketika usiaku semakin dewasa dan bersemangat dalam menuntut ilmu pengetahuan dengan cara berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, tiba-tiba wabah penyakit menular menyerang semua orang, para ulama yang menjadi guruku, serta kedua orang tuaku wafat karena serangan wabah penyakit tersebut. Keterangan lebih lanjut lihat Ibn Khaldun, op.cit., hlm. 481-490.
[14]‘Ali ‘Abd al-Wahid Wafi, op.cit., hlm. 19-22.
[15]Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), hlm. 223.
[16]Ibid., hlm. 224.
[17] Ibn Khaldun, Muqaddimah, cetakan kedelapan, Jakarta : Pustaka Firdaus,2008, hlm. 525.
[18] Ibid., hlm. 528.

[19] Ibid., hlm. 534.
[20] Walidin Warul Walidin, Konstelasi Pemikiran Pedagogik Ibnu Khaldun, hlm. 105-107.
[21]Syed Omar bin Syed Agil, Philosophy of Education in Prolegomena Ibn Khaldun(Kualalumpur: Universiti Tun Abdul Rajak, 2009), hlm. 24.
[22] Ibn Khaldun, Muqaddimah, hlm. 742.
[23] Ibid,. hlm. 755.

[24] Ibid., hlm. 217.

0 comments:

MANAJEMEN PENDIDIKAN

 
  • Pengertian Manajemen Pendidikan

Manajemen Pendidikan merupakan suatu cabang ilmu yang usianya relatif masih muda sehingga tidaklah aneh apabila banyak yang belum mengenal. Istilah lama yang sering digunakan adalah ‘administrasi’. Untuk memperjelas pengertian manajemen, tampaknya perlu ada penjelasan lain yang lebih bervariasi mengenai makna manajemen.
Manajemen Pendidikan dalam kamus bahasa Belanda-Indonesia disebutkan bahwa istilah manajemen berasal dari “administratie” yang berarti tata-usaha. Dalam pengertian manajemen tersebut, administrasi menunjuk pada pekerjaan tulis-menulis di kantor. Pengertian inilah yang menyebabkan timbulnya contoh-contoh keluhan kelambatan manajemen yang sudah disinggung, karena manajemen dibatasi lingkupnya sebagai pekerjaan tulis-menulis.
Pengertian lain dari “manajemen” berasal dari bahasa Inggris “administration” sebagai “the management of executive affairs”. Dengan batasan pengertian seperti ini maka manajemen disinonimkan dengan “management” suatu pengertian dalam lingkup yang lebih luas (Encyclopedia Americana, 1978, p. 171). Dalam pengertian Manajemen Pendidikan ini, manajemen bukan hanya pengaturan yang terkait dengan pekerjaan tulis-menulis, tetapi pengaturan dalam arti luas.

  • Pengertian Manajemen Pendidikan menurut ahli

Pada waktu ini istilah-istilah yang digunakan dalam menunjuk pekerjaan pelayanan kegiatan adalah manajemen, pengelolaan, pengaturan dan sebagainya, yang didefinisikan oleh berbagai ahli secara bermacam-macam. Beberapa pengertian Manajemen Pendidikan yang kiranya ada manfaatnya disadur maknanya atau hanya dikutip dari sumbernya sebagai berikut.
  1. Menurut Leonard D. White, manajemen adalah segenap proses, biasanya terdapat pada semua kelompok baik usaha negara, pemerintah atau swasta, sipil atau militer secara besar-besaran atau secara kecil-kecilan.
  2. Menurut The Liang Gie, manajemen adalah segenap proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
Selanjutnya untuk memperoleh wawasan yang lebih luas, di sini dikutipkan lagi beberapa pendapat mengenai pengertian manajemen dari sumber-sumber lain sebagai berikut :
  1. Menurut Sondang Palan Siagian, manajemen adalah keseluruhan proses kerjasama antara dua orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya.
  2. Menurut Pariata Westra, manajemen adalah segenap rangkaian perbuatan penyelenggaraan dalam setiap usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
  3. Dalam kurikulum 1975 yang disebutkan dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Kurikulum IIID, baik untuk Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Menengah Atas, manajemen ialah segala usaha bersama untuk mendayagunakan semua sumber-sumber (personil maupun materiil) secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
Dari pengertian Manajemen Pendidikan yang terakhir tersebut maka secara eksplisit disebutkan bahwa manajemen sebagaimana yang digunakan secara resmi oleh Departemen Pendidikan Nasional seperti dimuat dalam kurikulum 1975 dan kurikulum kelanjutannya, diarahkan kepada tujuan pendidikan. Lebih luas lagi, apabila ditinjau dari definisi-definisi yang lain, pengertian manajemen tersebut masih dapat diartikan untuk semua jenis kegiatan, yang dapat diambil suatu kesimpulan definisi yaitu :
Manajemen adalah rangkaian segala kegiatan yang menunjuk kepada usaha kerjasama antara dua orang atau lebih untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Definisi lain dari manajemen yang lebih lengkap sebagaimana dikemukakan oleh Mulyani A. Nurhadi adalah sebagai berikut :
Manajemen adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar efektif dan efisien.
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa di dalam pengertian manajemen selalu menyangkut adanya tiga hal yang merupakan unsur penting, yaitu: (a). usaha kerjasama, (b). oleh dua orang atau lebih, dan (c) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pengertian tersebut sudah menunjukkan adanya gerak, yaitu usaha kerjasama, personil yang melakukan, yaitu dua orang atau lebih, dan untuk apa kegiatan dilakukan, yaitu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tiga unsur tersebut, yaitu gerak, orang, dan arah dari kegiatan, menunjukkan bahwa manajemen terjadi dalam sebuah organisasi, bukan pada kerja tunggal yang dilakukan oleh seorang individu.
Jika pengertian Manajemen Pendidikan ini diterapkan pada usaha pendidikan maka sudah termuat hal-hal yang menjadi objek pengelolaan atau pengaturan. Lebih tepatnya, definisi Manajemen Pendidikan adalah sebagai berikut :
Manajemen Pendidikan adalah rangkaian segala kegiatan yang menunjuk kepada usaha kerjasama dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Dengan menerapkan definisi tersebut pada usaha pendidikan yang terjadi dalam sebuah organisasi, maka definisi Manajemen Pendidikan selengkapnya adalah sebagai berikut :
Manajemen Pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabug dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar efektif dan efisien.
Lebih lanjut Mulyani A. Nurhadi menekankan adanya ciri-ciri atau pengertian Manajemen Pendidikan yang terkandung dalam definisi tersebut sebagai berikut : (Mulyani A. Nurhadi, 1983, pp. 2-5)
  1. Manajemen merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dilakukan dari, oleh dan bagi manusia.
  2. Rangkaian kegiatan itu merupakan suatu proses pengelolaan dari suatu rangkaian kegiatan pendidikan yang sifatnya kompleks dan unik yang berbeda dengan tujuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya ; tujuan kegiatan pendidikan ini tidak terlepas dari tujuan pendidikan secara umum dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh suatu bangsa.
  3. Proses pengelolaan itu dilakukan bersama oleh sekelompok manusia yang tergabung dalam suatu organisasi sehingga kegiatannya harus dijaga agar tercipta kondisi kerja yang harmonis tanpa mengorbankan unsur-unsur manusia yang terlibat dalam kegiatan pendidikan itu.
  4. Proses itu dilakukan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, yang dalam hal ini meliputi tujuan yang bersifat umum (skala tujuan umum) dan yang diemban oleh tiap-tiap organisasi pendidikan (skala tujuan khusus).
  5. Proses pengelolaan itu dilakukan agar tujuannya dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Apa yang dikemukakan oleh Mulyani A. Nurhadi ini cukup lengkap. Tetapi apabila akan dihubungkan dan diintegrasikan dengan definisi manajemen pendidikan yang tertera di dalam Pedoman Kurikulum tahun 1975 Buku IIID perlu ditambahkan adanya usaha bersama untuk mendayagunakan semua sumber-sumber (personil dan materiil). Jika unsur tersebut dimasukkan ke dalam pengertian manajemen pendidikan, bagaimanakah rumusan atau definisinya?


MANAJEMEN KEUANGAN
1.      Konsep manajemen keuangan
Uang merupakan salah satu sumber daya pendidikan yang dianggap penting. Uang termasuk sumber daya yang langka dan terbatas. Oleh karena itu, uang perlu dikelola dengan efektif dan efisien agar membantu pencapaian tujuan pendidikan. Pendidikan sebagai investasi akan menghasilkan manusia-manusia cerdas yang berpengetahuan, sikap dan keterampilan yang dibutuhkan dalam pembangunan suatu bangsa. Organisasi pendidikan dikategorikan sebagai organisasi publik yang bersifat nirlaba (nonprofit), bukan untuk mencari keuntungan seperti halnya perusahaan. Oleh karena itu, manajemen keuangannya memiliki keunikan sesuai dengan misi dan karakteristik pendidikan.
Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan. Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan-kegiatan proses belajar mengajar di sekolah bersama komponen-komponen lain (Mulyasa, 2011:47).
Manajemen keuangan adalah manajemen terhadap fungsi-fungsi keuangan. Sedangkan fungsi keuangan merupakan kegiatan utama yang harus dilakukan oleh mereka yang bertanggung jawab dalam bidang tertentu. Fungsi manajemen keuangan adalah menggunakan dana dan mendapatkan dana (Suad Husnan, 1992:4). Manajemen keuangan adalah kegiatan mengelola dana untuk dimanfaatkan sesuai kebutuhan secara efektif dan efisien (Rugaiyah, 2011:67).
Tujuan Manajemen Keuangan adalah untuk mewujudkan tertib administrasi dan bisa dipertanggungjawabkan berdasarkan ketentuan yang sudah digariskan (Sobri Sutikno, 2012:90). Inti dari manajemen keuangan adalah pencapaian efisiensi dan keefektifan. Oleh karena itu, selain mengupayakan ketersediaan dana yang memadai untuk kebutuhan pembangunan maupun kegiatan rutin operasional di sekolah, juga perlu diperhatikan faktor akuntabilitas dan transparansi setiap penggunaan keuangan, baik yang bersumber dari pemerintah, masyarakat dan sumber-sumber lainnya.

Menurut Jones (1985), tugas manajemen keuangan dapat dibagi ke dalam tiga fase, yaitu financial planningimplementation and evaluation. Pertama,yaitu financial planning(perencanaan financial) yang disebut budgeting (penganggaran), merupakan kegiatan mengkoordinasi semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai sasaran yang diinginkan secara sistematis tanpa menyebabkan efek samping yang merugikan. Kedua, implementation involves accounting (pelaksanaan anggaran) ialah kegiatan berdasarkan rencana yang telah dibuat dan kemungkinan terjadi penyesuaian jika diperlukan. Ketiga, evaluation involvesmerupakan proses evaluasi terhadap pencapaian sasaran.
Permasalahan yang terjadi dalam lembaga pendidikan terkait dengan manajemen keuangan antara lain sumber dana yang terbatas, pembiayaan program yang tersendat, tidak mendukung visi, misi dan kebijakan sebagaimana tertulis dalam rencana strategis lembaga pendidikan. Di satu sisi lembaga pendidikan perlu dikelola dengan baik (good governance), sehingga menjadi lembaga pendidikan yang bersih dari berbagai penyimpangan yang dapat merugikan pendidikan.

2.      Implementasi Manajemen keuangan di Sekolah
Setiap sekolah seyogyanya memiliki rencana strategis untuk periode waktu tertentu yang didalamnya mencakup visi, misi dan program, serta sasaran tahunan. Oleh karena itu pembiayaan pendidikan yang terintegrasi dan komprehensif dengan rencana strategi di sekolah dan diarahkan untuk ketercapaian tujuan lembaga sudah didokumentasikan.
Pada dasarnya sumber pembiayaan untuk sekolah mengenal dua macam pembiayaan, yaitu: pembiayaan rutin dan pembiayaan pembangunan. Biaya rutin adalah biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ke tahun seperti untuk gaji pegawai dan biaya operasional. Untuk memperoleh biaya rutin, pimpinan sekolah harus dapat menyusun anggaran sekolah tiap tahunnya. Pimpinan sekolah juga harus dapat memotivasi komite sekolah, sekolahnya dan masyarakat setempat dalam rangka pengumpulan dana yang diperoleh harus dikelola secara efektif untuk menjamin agar peserta didik memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Sedangkan biaya pembangunan, misalnya biaya pembelian atau pengembangan tanah, penambahan pembangunan gedung, furniture, dan lain-lain.
Komponen utama manajemen keuangan meliputi, (1) prosedur anggaran; (prosedur akuntansi keuangan; (3) pembelajaran, pergudangan, dan prosedur pendistribusian; (4) prosedur investasi; dan (5) prosedur pemeriksaan. Dalam pelaksanaannya, manajemen keuangan ini menganut asas pemisahan tugas antara fungsi otorisator, ordonator dan bendaharawan.
Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang ditetapkan. Adapun bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran uang atau surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang serta diwajibkan membuat perhitungan dan pertanggungjawaban (Mulyasa, 2011:49).
Tujuan utama manajemen keuangan sekolah adalah:
a.       Menjamin agar dana yang tersedia dipergunakan untuk kegiatan harian sekolah dan menggunakan kelebihan dana untuk diinvestasikan kembali
b.      Memelihara barang-barang (asset) sekolah, dan
c.       Menjaga agar peraturan-peraturan serta praktik penerimaan, pencatatan dan pengeluaran uang diketahui dan dilaksanakan

Kerangka kerja manajemen keuangan di sekolah mencakup pengertian sebagai berikut:
a.    Pembukuan yang cermat dan akurat
b.    Pertanggung jawaban yang luwes
c.    Pertukaran pengeluaran
d.   Kemudahan membelanjakan uang bagi kepala sekolah, bila tidak akan menghambat kebebasan sekolah dalam bertransaksi apa yang dibutuhkannya
e.    Kebijakan keuangan dan
f.     Alokasi dana yang tepat
Kepala sekolah harus menguasai betul apa yang dimiliki dan dibutuhkan oleh tiap bagian. Agar dapat mengalokasikan dana dengan tepat, perlu mengikutsertakan staf dan para pembantu kepala sekolah dalam proses penentuan alokasi dana. Selain enam pengertian tadi, penerimaan dana sekolah perlu mendapat perhatian pimpinan sekolah. Hal ini berkaitan dengan buku catatan penerimaan dana sekolah, kepala sekolah perlu memahami tentang tujuan diadakannya Buku Catatan Penerimaan Dana Sekolah, informasi yang harus tercantum dalam setiap penerimaan dan memberdayakan uang tunai.
Selain itu kepala sekolah perlu memahami praktik-praktik pemanfaatan jasa perbankan dan jenis-jenis rekeningnya. Dia juga perlu memahami cara untuk pengamanan dana selama bertransaksi dengan baik, penarikan dana dan cara mencegah pemalsuan. Kepala sekolah hendaknya benar benar memahami dan dapat menjelaskan fungsi tujuan manfaat pembukuan kepada staf keuangan.
Hal-hal yang berkaitan dengan ini antara lain:
1)        Buku pos (vate book)
 Buku pos pada hakekatnya memuat informasi beberapa dana yang masih tersisa untuk tiap pos anggaran. Buku pos mencatat peristiwa-peristiwa pembelanjaan uang harian. Dari buku pos kepala sekolah dengan mudah dapa melihat apakah sekolah telah berlebih membelanjakan uang. Karena itu, dianjurkan agar kepala sekolah menyelenggarakan buku tersebut.
2)        Faktur
Faktur dapat berupa buku atau lembaran lepas yang dapat diarsipkan. Faktur berisi rincian tentang: (a) maksud pembelian; (b) tanggal pembelian; (c) jenis pembelian; (d) rincian barang yang dibeli, (e) jumlah pembayaran, dan (f) tanda tangan pemberi kuasa (kepala sekolah).
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan antara lain:
a)      Harus ada nomor untuk diagendakan
b)      Kuitansi pembelian harus dilampirkan
c)      Faktur untuk mempertanggungjawabkan penggunaan uang umum.
3)        Buku kas
Mencatat rincian tentang penerimaan dan pengeluaran uang serta sisa saldo secara harian dan pada hari yang sama, misalnya pembelian kapur tulis. Dengan demikian kepala sekolah akan segera tahu tentang keluar masuknya uang pada hari yang sama. Termasuk yang arus dicatat pada buku kas adalah Cheque yang diterima dan dikeluarkan pada hari itu.
4)        Lembar cek
Merupakan alat bukti bahwa pembayaran yang dikeluarkan adalah sah. Lembar cek dikeluarkan bila menyangkut tagihan atas pelaksanaan suautu transaksi, misalnya barang yang dipesan sudah dikirimkan dan catatan transaksinya benar. Orang berhak menandatangani lembar cek adalah kepala sekolah atau petugas keuangan.
5)        Jurnal
Sebagai pengawas keuangan kepala sekolah harus membuka buku jurnal dimana seluruh transaksi keuangan semuanya dicatat.
6)        Buku besar
Ada data keuangan berarti informasi dan jurnal hendaknya dipindahkan  ke buku besar atau buku kas induk pada setiap akhir bulan. Buku besar mencatat kapan terjadinya transaksi keuangan, keluar masuknya uang pada saat itu dab neraca saldonya.
7)        Buku kas pembayaran uang sekolah
Berisi catatan tentang pembayaran uang sekolah siswa menurut tanggal pembayaran, jumlah dan sisa tunggakan atau kelebihan pembayaran sebelumnya. Pencatatan untuk tiap pembayaran harus segera dilakukan untuk menghindari timbulnya masalah karena kuitansi hilang, lupa menyimpan atau karena pekerjaan yang menjadi bertumpuk.
8)        Buku kas piutang
Berisi daftar/catatan orang yang berutang kepada sekolah menurut jumlah uang yang berutang, tanggal pelunasan, dan sisa utang yang belum dilunasi. Informasi daam buku ini harus selalu dalam keadaan mutakhir untuk melihat jumlah uang milik sekolah yang belum kembali.
9)     Neraca percobaan
Tujuannya adalah untuk mengetahui secara tepat keadaan neraca pertanggung jawaban keuangan secara cepat, misalnya mingguan atau dua mingguan. Hal ini memungkinkan kepala sekolah sewaktu-waktu (selama tahun anggaran) menentukan hal yang harus didahulukan dan menangguhkan pengeluaran yang terlalu cepat dari pos tertentu.

MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA
1.      Konsep Manajemen Sarana dan Prasarana
   Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan salah satu komponen penting yang harus terpenuhi dalam menunjang sistem pendidikan. Menurut Ketentuan Umum Permendiknas no. 24 tahun 2007, sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah, sedangkan prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah. Sarana pendidikan antara lain gedung, ruang kelas, meja, kursi serta alat-alat media pembelajaran. Sedangkan yang termasuk prasarana antara lain seperti halaman, taman, lapangan, jalan menuju sekolah dan lain-lain. Tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, maka komponen tersebur merupakan sarana pendidikan.
Menurut Rugaiyah (2011:63), Manajemen sarana dan prasarana adalah kegiatan pengelolaan sarana dan prasarana yang dilakukan oleh sekolah dalam upaya menunjang seluruh kegiatan baik kegiatan pembelajaran maupun kegiatan lain sehingga seluruh kegiatan berjalan dengan lancar. Menurut Asmani (2012:15), manajemen sarana dan prasarana adalah manajemen sarana sekolah dan sarana bagi pembelajaran, yang meliputi ketersediaan dan pemanfaatan sumber belajar bagi guru, siswa serta penataan ruangan-ruangan yang dimiliki.
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, inventarisasi dan penghapusan serta penataan ( Mulyasa, 2011:50).
Manajemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi, dan indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun murid untuk berada di sekolah. Di samping itu juga diharapkan tersedianya alat-alat atau fasilitas belajar yang memadai secara kuantitatif, kualitatif dan relevan dengan kebutuhan serta dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses pendidikan dan pengajaran, baik oleh guru sebagai pengajar maupun peserta didik sebagai pelajar. Oleh karena itu, perlu diperhatikan persyaratan pengadaan sarana dan prasarana dengan membuat daftar prioritas keperluan pada setiap sekolah oleh tim dan tenaga kependidikan yang profesional pada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dengan melakukan “need assesment” sekolah.
Manajemen sarana prasarana dan manajemen keuangan, harus dilakukan sesuai dengan fungsi-fungsi manajemen. Menurut Indriyanto (dalam Sagala, 2010:220), dua fenomena yang dapat diamati berkenaan dengan ketersediaan sarana dan prasarana adalah: (1) Fenomena keterbatasan, yaitu keterbatasan sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang menonjol dalam pelaksanaan kebijakan dan program sekolah yang berada di kota apalagi yang di desa; (2) Pemanfaatan, yaitu di lain pihak unit-unit kerja dan sekolah yang telah memiliki sarana dan prasarana yang memadai, ternyata kurang memanfaatkannya, sehingga ketersediaan sarana dan prasarana tidak dilihat dari fungsinya.
Menurut Everard, Moris dan Ian Wilson (2004: 209), sekolah dapat dengan mudah menjadi tempat untuk pembuangan barang-barang yang tidak dibutuhkan oleh sekolah itu sendiri, karena tidak adanya “need assesment” sekolah. Oleh karena itu, terdapat prinsip-prinsip dalam proses mendapatkan nilai terbaik dari pengadaan sarana dan prasarana di sekolah. Ke empat prinsip “best value” tersebut menurut ofsted yang pertama adalahchallenge (tantangan), kita harus menimbang apakah tujuan dari pengadaan sarana prasarana yang akan dibeli. Kedua, compare (membandingkan), misalnya membandingkan harga. Ketigaconsult (konsultasi), misalnya siapa yang akan dipengaruhi dengan keputusan untuk membeli komputer baru. Keempat, complete (bersaing) yaitu, untuk mendapatkan pelayanan yang sebaik mungkin dengan harga yang sangat terjangkau, misalnya dengan proses tender dalam pengadaan sarana dan prasarana di sekolah.
Permasalahan yang terjadi dalam lembaga pendidikan terkait dengan manajemen keuangan antara lain sumber dana yang terbatas, pembiayaan program yang tersendat, tidak mendukung visi, misi dan kebijakan sebagaimana tertulis dalam rencana strategis lembaga pendidikan. Di satu sisi lembaga pendidikan perlu dikelola dengan baik (good governance), sehingga menjadi lembaga pendidikan yang bersih dari berbagai penyimpangan yang dapat merugikan pendidikan.

2.        Fungsi Manajemen Sarana dan Prasarana
a.         Perencanaan/Analisis Kebutuhan
Perencanaan merupakan kegiatan analisis kebutuhan terhadap segala kebutuhan dan perlengkapan yang dibutuhkan sekolah untuk kegiatan pembelajaran peserta dan didik dan kegiatan penunjang lainnya. Kegiatan ini dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan sekolah berlangsung. Kegiatan ini biasa dilakukan pada awal tahun pelajaran dan disempurnakan tiap triwulan atau tiap semester. Perencanaan dapat dilakukan oleh kepala sekolah, guru kelas dan guru-guru bidang studi dan dibantu oleh staf sarana dan prasana.
1)        Prosedur Perencanaan
a)        Mengadakan analisa materi dan alat/media yang dibutuhkan
b)        Seleksi terhadap alat yang masih dapat dimanfaatkan
c)        Mencari dan atau menetapkan dana
d)       Menunjuk seseorang yang akan diserahkan untuk mengadakan alat dengan pertimbangan keahlian dan kejujuran.
2)        Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan sarana dan prasarana pendidikan
a)        Perencanaan pengadaan barang harus dipandang sebagai bagian integral dari usaha kualitas proses belajar mengajar
b)        Perencanaan harus jelas, kejelasan suatu rencana dapat dilihat pada:
c)        Tujuan dan sasaran atau target yang harus dicapai, penyusunan perkiraan biaya/harga keperluan pengadaan
d)       Jenis dan bentuk tindakan/kegiatan yang akan dilaksanakan
e)        Petugas pelaksanaan
f)         Bahan dan peralatan yang dibutuhkan
g)        Kapan dan dimana kegiatan akan dilaksanakan
h)        Bahwa suatu perencanaan harus realistis, yaitu dapat dilaksanakan dengan jelas, terprogram, sistematis, sederhana, luwes, fleksibel, dan dapat dilaksanakan
i)          Rencana harus sistematis dan terpadu
j)          Rencana harus menunjukkan unsur-unsur insani ataupun noninsani yang baik
k)        Memiliki struktur berdasarkan analisis
l)          Berdasarkan atas kesepakatan dan keputusan bersama pihak perencana
m)      Fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan keadaan, perubahan situasi dan kondisi yang tidak disangka-sangka
n)        Dapat dilaksanakan dan berkelanjutan
o)        Menunjukkan skala prioritas
p)        Disesuaikan dengan flapon anggaran
q)        Mengacu dan berpedoman pada kebutuhan dan tujuan yang logis
r)         Dapat didasarkan pada jangka pendek (1 tahun), jangka menengah (4-5 tahun), dan jangka panjang (10-15 tahun)
b.        Pengadaan
Pengadaan adalah proses kegiatan mengadakan sarana dan prasarana yang dapat dilakukan dengan cara-cara membeli, menyumbang, hibah dan lain-lain. Pengadaan sarana dan prasarana dapat  bebrbentuk pengadaan buku, alat, perabot dan bangunan. Contohnya dapat dilihat pada bagan berikut:
Bagan Pengadaan perlengkapan

BUKU
ALAT
PERABOT
BUKU PELAJARAN, BUKU BACAAN Dll
PENGADAAN DAPAT DILAKUKAN DENGAN:
o   MEMBANGUN BANGUNAN BARU
o   MEMBELI BANGUNAN
o   MENYEWA BANGUNAN
o   MENERIMA HIBAH BANGUNAN
o   MENUKAR BANGUNAN
BANGUNAN
BARANG YANG BERFUNGSI SEBAGAI TEMPAT DUDUK, MENULIS, ISTIRAHAT MENYIMPAN ALAT ATAU BAHAN
PENGADAAN DAPAT DILAKUKAN DENGAN:
o   MEMBELI
o   MENERBITKAN SENDIRI
o   MENERIMA BANTUAN/HADIAH
o   MENUKAR
ALAT KANTOR DAN ALAT PENDIDIKAN
PENGADAAN DAPAT DILAKUKAN DENGAN:
o   MEMBELI
o   MEMBUAT SENDIRI
o   MENERIMA BANTUAN/HADIAH/
HIBAH

PENGADAAN DAPAT DILAKUKAN DENGAN:
o   MEMBELI
o   MEMBUAT SENDIRI
o   MENERIMA BANTUAN/HADIAH/
HIBAH


c.         Penginvetarisasian
Penginvetarisasian adalah kegiatan melaksanakan penggunaan, penyelenggaraan, pengaturan dan pencatatan barang-barang, menyusun daftar barang yang menjadi milik sekolah ke dalam satu daftar inventaris barang secara teratur. Tujuannya adalah untuk menjaga dan menciptakan tertib administrasi barang milik negara yang dipunyai suatu organisasi. Yang dimaksud dengan inventaris adalah suatu dokumen berisi jenis dan julah barang yang ebrgerak maupun yang tidak bergerak yang menjadi milik negara dibawah tanggung jawab sekolah.
d.        Penggunaan atau Pemanfaatan Sarana dan Prasarana
Penggunaan sarana dan prasarana adalah pemanfaatan segala jenis barang yang sesuai dengan kebutuhan secara efektif dan efisien. Dalam hal pemanfaatan sarana, harus mempertimbangkan beberapa hal, antara lain tujuan yang akan dicapai, kesesuaian antar media yang akan digunakan dengan materi yang akan dibahas, tersedianya sarana dan prasarana penunjang dan karakteristik siswa
e.         Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah kegiatan merawat, memelihara dan menyimpan barang-barang sesuai dengan bentuk-bentuk jenis barangnya sehingga barang tersebut awet dan tahan lama. Pihak yang terlibat dalam pemeliharaan barang adalah semua warga sekolah yang terlibat dalam pemanfaatan barang tersebut. Dalam pemeliharaan, ada hal-hal khusus yang harus dilakukan oleh petugas khusus pula, seperti perawatan alat kesenian (piano, gitar, dan lain-lain).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah memberi Panduan Manajemen Sekolah perawatan preventif di sekolah dengan cara membuat tim pelaksana, membuat daftar sarana dan prasarana, menyiapkan jadwal kegiatan perawatan, menyiapkan lembar evaluasi untuk menilai hasil kerja perawatan pada masing-masing bagian dan memberikan penghargaan bagi mereka yang berhasil meningkatkan kinerja peralatan sekolah dalam rangka memningkatkan kesadaran merawat sarana dan prasarana sekolah.
Cara-cara untuk melaksanakan program perawatan preventif di sekolah antara lain memberi arahan kepada tim pelaksana, mengupayakan pemantauan bulanan ke lokasi sarana dan prasarana, menyebarluaskan informasi tentang program perawatan preventif kepada seluruh warga sekolah terutama guru dan peserta didik, dan membuat program lomba perawatan terhadap sarana dan prasarana untuk memotivasi warga sekolah.
f.          Penghapusan
Penghapusan barang inventaris adalah pelepasan suatu barang dari kepemilikan dan tanggung jawab pengurusnya oleh pemerintah ataupun swasta. Penghapusan barang dapat dilakukan dengan lelang dan pemusnahan.
Adapun syarat-syarat penghapusan antara lain:
1)      Barang-barang dala keadaan rusak berat
2)      Perbaikan suatu barang memerlukan biaya besar
3)      Secara teknis dan ekonomis kegunaannya tidak sesuai lagi dengan biaya pemeliharaan
g.         Pertanggungjawaban
Penggunaan barang-barang sekolah harus dipertanggungjawabkan dengan cara membuat laporan penggunaan barang-barang tersebut yang diajukan pada pimpinan.

MANAJEMEN LAYANAN KHUSUS SEKOLAH
1.        Pengertian Manajemen Layanan Khusus
Manajemen layanan khusus di suatu sekolah merupakan bagian penting dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang efektif dan efisien. Sekolah merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dari penduduk bangsa Indonesia. Sekolah tidak hanya memiliki tanggung jawab dan tugas untuk melaksanakan proses pembelajaran dalam mengembangkan ilmu penegetahuan dan teknologi saja, melainkan harus menjaga dan meningkatkan kesehatan baik jasmani maupun rohani peserta didik. Hal ini sesuai dengan UUSPN bab 11 Pasal 4 yang memuat tentang adanya tujuan pendidikan nasional.
Untuk memenuhi tugas dan tanggung jawab tersebut maka sekolah memerlukan suatu manajemen layanan khusus yang dapat mengatur segala kebutuhan peserta didiknya sehingga tujuan pendidikan tersebut dapat tercapai. Manajemen layanan khusus di sekolah pada dasarnya ditetapkan dan di organisasikan untuk mempermudah atau memperlancar pembelajaran, serta dapat memenuhi kebutuhan khusus siswa di sekolah.
Pelayanan khusus diselenggarakan di sekolah dengan maksud untuk memperlancar pelaksanaan pengajaran dalam rangka pencapain tujuan pendidikan di sekolah. Pendidikan di sekolah antara lain juga berusaha agar peserta didik senantiasa berada dalam keadaan baik. Baik disini menyangkut aspek jasmani maupun rohaninya.

Menurut Kusmintardjo (1992:1) sekolah tidak akan berfungsi jika tidak ada sesuatu yang membuatnya berfungsi. Dalam sebuah pendidikan harus mempunyai unsur-unsur yang meliputi administrasi sekolah. Unsur-unsur dalam administrasi sekolah tersebut masing-masing mempunyai fungsi, hubungan, dan ketergantungan dengan komponen-komponen lainnya. Unsur-unsur tersebut meliputi: (a) administrasi murid, (b) administrasi kurikulum, (c) administrasi personil, (d) administrasi materiil, (e) administrasi keuangan, (f) administrasi hubungan sekolah dan masyarakat dan (g) administrasi pelayanan khusus.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen layanan khusus adalah suatu proses kegiatan memberikan pelayanan kebutuhan kepada peserta didik untuk menunjang kegiatan pembelajaran agar tujuan pendidikan bisa tercapai secara efektif dan efisien.

2.        Jenis-Jenis Layanan Khusus
Pelayanan khusus yang diberikan sekolah kepada peserta didik, antar sekolah satu dengan sekolah lainnya pada umumnya sama, tetapi proses pengelolan dan pemanfaatannya yang berbeda. Beberapa bentuk manajemen layanan khusus yang ada di sekolah antara lain:
Beberapa bentuk manajemen layanan khusus yang ada di suatu sekolah antara lain:
a.        Layanan perpustakaan peserta didik
Perpustakaan merupakan salah satu unit yang memberikan layanan kepada peserta didik, dengan maksud membantu dan menunjang proses pembelajaran di sekolah, melayani informasi-informasi yang dibutuhkan serta memberi layanan rekreatif melalui koleksi bahan pustaka.
Menurut Supriyadi (1983) dalam buku Manajemen Peserta Didik oleh Ali Imron mendefinisikan perpustakaan sekolah sebagai perpustakaan yang diselenggarakan di sekolah guna menunjang program belajar mengajar di lembaga pendidikan formal seperti sekolah, baik sekolah tingkat dasar maupun menengah, baik sekolah umum maupun kejuruan. Selain itu, perpustakaan sekolah adalah salah satu unit sekolah yang memberikan layanan kepada peserta didik di sekolah sebagai sentra utama, dengan maksud membantu dan menunjang proses belajar mengajar di sekolah, melayani informasi-informasi yang dibutuhkan serta memberikan layanan rekreatif melalui koleksi bahan pustaka (Imron, 1995:187). Dari definisi-definisi tersebut tampaklah jelas bahwa perpustakaan sekolah merupakan  suatu unit pelayanan sekolah guna menunjang proses belajar mengajar di sekolah.
b.        Layanan kesehatan peserta didik
Layanan kesehatan di sekolah biasanya dibentuk sebuah wadah bernama Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Usaha kesehatan sekolah adalah usaha kesehatan masyarakat yang dijalankan sekolah.
Menurut Jesse Ferring William pada buku Pengelolaan Layanan Khusus Di sekolah oleh Kusmintardjo (1992) mendefinisikan layanan kesehatan adalah sebuah klinik yang didirikan sebagai bagian dari Universitas atau sekolah yang berdiri sendiri yang menentukan diagnosa dan pengobatan fisik  dan penyakit jiwa dan dibiayai dari biaya khusus dari semua siswa. Selain itu layanan kesehatan juga dapat diartikan sebagai usaha sekolah dalam rangka membantu (mungkin bersifat sementara ) murid-muridnya yang mengalami persoalan yang berkaitan dengan kesehatan.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa layanan kesehatan peserta didik adalah suatu layanan kesehatan masyarakat yang dijalankan di sekolah dan menjadikan peserta didik sebagai sasaran utama, dan personalia sekolah yang lainnya sebagai sasaran tambahan (Imron, 1995:154)
c.         Layanan asrama peserta didik
Bagi para peserta didik khususnya jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, terutama bagi mereka yang jauh dari orang tuanya diperlukan diperlukan asrama. Selain manfaat untuk peserta didik, asrama mempunyai manfaat bagi para pendidik dan petugas asrama tersebut.
d.        Layanan bimbingan dan konseling
Layanan bimbingan dan konseling adalah proses bantuan yang diberikan kepada siswa dengan memperhatikan kemungkinan dan kenyataan tentang adanya kesulitan yang dihadapi dalam rangka perkembangan yang optimal, sehingga mereka memahami dan mengarahkan diri serta bertindak dan bersikap sesuai dengan tuntutan dan situasi lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan bimbingan dan konseling adalah salah satu kegiatan bantuan dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya dan siswa pada khususnya di sekolah dalam rangka meningkatkan mutunya.
e.         Layanan kafetaria peserta didik
Kantin/ warung sekolah diperlukan adanya di tiap sekolah supaya makanan yang dibeli peserta didik terjamin kebersihannya dan cukup mengandung gizi. Para guru diharapkan sekali-kali mengontrol kantin sekolah dan berkonsultasi dengan pengelola kantin mengenai makanan yang bersih dan bergizi. Peran lain kantin sekolah yaitu supaya para peserta didik tidak berkeliaran mencari makanan keluar lingkungan sekolah.
Layanan kafentaria adalah layanan makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh peserta didik disela-sela mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah sesuai dengan daya jangkau peserta didik. Makanan dan minuman yang tersedia di kafentaria tersebut, terjangkau dilihat dari jumlah uang saku peserta didik, tetapi juga memenuhi syarat kebersihan dan cukup kandungan gizinya.
f.          Layanan laboratorium peserta didik
Laboratorium diperlukan peserta didik apabila mereka akan mengadakan penelitiam yang berkaitan dengan percobaan-percobaan tentang suatu obyek tertentu.
Laboratorium adalah suatu tempat baik tertutup maupun terbuka yang dipergunakan untuk melakukan penyelidikan, pecobaan, pemraktekan, pengujian, dan pengembangan. Laboratorium sekolah adalah sarana penunjang proses belajar mengajar baik tertutup maupun terbuka yang dipergunakan untuk melaksanakan praktikum, penyelidikan, percobaan, pengembangan dan bahkan pembakuan.
g.        Layanan koperasi peserta didik
Layanan koperasi mendidik para peserta didik untuk dapat berwirausaha. Hal ini sangat membantu peserta didik di kehidupan yang akan datang.
Koperasi sekolah adalah koperasi yang dikembangkan di sekolah, baik sekolah dasar, sekolah menengah, maupun sekolah dan dalam pengelolannya melibatkan guru dan personalia sekolah. Sedangkan koperasi peserta didik atau biasa disebut disebut koperasi siswa (Kopsis) adalah koperasi yang ada di sekolah tetapi pengelolaanya adalah oleh pesera didik, kedudukan guru di dalam Kopsis adalah sebagai pembimbing saja.

h.        Layanan keamanan
Layanan keamanan yaitu layanan yang dapat memberikan rasa aman pada siswa selama siswa belajar di sekolah misalnya adanya penjagaan oleh satpam sekolah. Dengan adanya petugas keamanan sekolah, dapat membantu suasana aman dan tertib di sekolah, sehingga dapat membantu proses kelancaran pembelajaran dan segala aktivitas sekolah.

3.        Keterkaitan antara Manajemen Layanan Khusus dengan Manajemen Sarana dan Prasarana
Menurut Bafadal (2003:2), sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah. Sedangkan prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Dalam hubungannya dengan sarana pendidikan, ada sejumlah pakar pendidikan yang mengklasifikasikan menjadi beberapa macam sarana pendidikan yang ditinjau dari berbagai macam sudut pandang.
Pertama, ditinjau dari habis tidaknya dipakai, ada dua macam sarana pendidikan, yaitu sarana pendidikan yang habis pakai dan sarana pendidikan yang tahan lama. Kedua, ditinjau dari bergerak tidaknya, ada dua macam sarana pendidikan, yaitu sarana pendidikan yang bergerak dan sarana pendidikan yang tidak bisa bergerak. Ketiga, ditinjau dari hubungannya dengan proses belajar mengajar ada dua jenis sarana pendidikan di sekolah, yaitu sarana pendidikan yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar, dan sarana pendidikan yang secara tidak langsung berhubungan dengan  proses belajar mengajar.
Sedangkan prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam. Pertama, prasarana pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik keterampilan, dan ruang laboratorium. Kedua, prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar, tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar mangajar. Beberapa contoh tentang prasarana sekolah jenis terakhir tersebut di antaranya adalah ruang kantor, kantin sekolah, tanah dan jalan menuju sekolah, kamar kecil, ruang usaha kesehatan sekolah, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parkir kendaraan.
Berdasarkan uraian tentang sarana dan prasarana di atas, serta penjelasan mengenai layanan khusus di sekolah pada pembahasan sebelumnya, dapat diketahui kaitan antara pentingnya sarana dan prasarana dengan layanan khusus di sekolah. Suatu layanan khusus tanpa didukung oleh sarana dan prasarana maka pelayanan yang diberikan tidak akan maksimal karena tidak ada fasilitas yang mendukung. Sebagian besar layanan khusus memerlukan tempat dan peralatan dalam memberikan pelayanannya kepada peserta didik. Sebagai contoh pelayanan perpustakaan. Pelayanan perpustakaan ini memerlukan tempat yang berupa ruang perpustakaan serta memerlukan perabot dan peralatan seperti rak, buku, alamari dan lain-lain untuk melakukan kegiatan pelayanan kepada peserta didik. Begitu juga dengan layanan-layanan yang lainnya.

MANAJEMEN HUBUNGAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT

1.        Pengertian Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Hubungan sekolah dan masyarakat adalah suatu proses komunikasi antara sekolah dan masyarakat dengan tujuan meningkatkan pengertian anggota masyarakat tentang kebutuhan pendidikan serta mendorong minat dan kerjasama para anggota masyarakat dalam rangka memperbaiki sekolah (Purwanto, 1995). Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakekatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah (Mulyasa, 2011:50).
Ditinjau dari kepentingan sekolah, pengembangan penyelenggaraan hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan untuk; (1) memelihara kelangsungan hidup sekolahan, (2) meningkatkan mutu pendidikan di sekolah yang bersangkutan, (3) memperlancar proses belajar mengajar, (4) memperoleh dukungan dan bantuan dari masyarakat yang diperlukan dalam pengembangan dan pelaksanaan program sekolah.
Sedangkan jika diitinjau dari kebutuhan masyarakat itu sendiri, tujuan hubungannya dengan sekolah adalah untuk; (1) memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama dalam bidang mental spiritual, (2) memperoleh bantuan sekolah dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat, (3) menjamin relevansi program sekolah dengan kebutuhan masyarakat, dan (4) memperoleh kembali anggota-anggota masyarakat yang makin  meningkat kemampuannya.
2.        Manfaat Hubungan Masyarakat Dalam Lembaga Pendidikan
            Dengan adanya program hubungan masyarakat dalam sebuah lembaga pendidikan maka akan memberikan manfaat yang banyak sekali antara lain:
a.       Terjadi saling pengertian antara sekolah dan masyarakat, sehingga masyarakat dapat membantu kebutuhan-kebutuhan sekolah.
b.      Lewat kegiatan humas para siswa dapat mengetahui kondisi masyarakat sekitarnya.
c.       Dengan adanya kegiatan sekolah dapat melakukan promosi program dan menarik minat masyarakat untuk menyekolahkan putra putrinya di sekolah.
Hubungan antara sekolah dengan orang tua murid dapat dilakukan melalui beberapa hal, antara lain; (1) mengadakan pertemuan antara pihak sekolah dengan wali murid, (2) pihak sekolah mengunjungi orangtua, (3) pihak sekolah mengirim surat kepada orangtua, (4) melibatkan orangtua dalam merencanakan kurikulum, kegiatan ekstrakurikuler, dan lain-lain.
Hubungan guru dengan masyarakat; (1) guru dapat menjadi sponsor pada kegiatan yang menguntungkan seperti kegiatan pengumpulan dana bagi masyarakat yang tertimpa musibah, (2) ikut berpartisipasi bersama masyarakat untuk mengikuti kerja bhakti atau membuat perpustakaan keliling., (3) mengembangkan sebuah kegiatan di lingkungan sekolah seperti presentasi musik, drama, partisipasi dalam perlombaan olahraga, program bekerja sambil belajar dan lain-lain.
3.        Teknik-teknik Hubungan Masyarakat dalam Lembaga Pendidikan
Tanpa bantuan dari masyarakat, sebuah lembaga pendidikan tidak dapat berfungsi dengan baik dan tanpa adanya program yang baik maka sebuah lembaga pendidikan akan gagal mencapai tujuannya. Karena itu, lembaga pendidikan perlu memberikan informasi pada masyarakat tentang lembaga tersebut dengan cara yang baik. Dengan demikian diharapkan masyarakat dapar memperoleh gambaran yang tepat tentang sekolah. Program tentang hubungan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat hendaknya disusun sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan secara terus menerus yang mencakup aspek kegiatan di dalam lembaga pendidikan secara keseluruhan.

Ada beberapa teknik dalam hubungan dengan masyarakat dalam lembaga pendidikan antara lain:
a.      Laporan pada orangtua
Teknik ini maksudnya adalah pihak sekolah memberikan laporan pada orangtua murid tentang kemajuan-kemajuan, prestasi dan kelemahan anak didik pada orangtuanya. Dengan teknik ini, orangtua akan memperoleh penilaian terhadap hasil pekerjaan anaknya, juga terhadap pekerjaan guru-guru di sekolah.
b.      Majalah dan surat kabar sekolah
Majalah sekolah ini diusahakan oleh orangtua dan guru-guru di sekolah yang diterbitkan setiap bulan sekali. Majalah dan surat kabar sekolah ini dipimpin oleh orangtua dan guru-guru bahkan alumni termasuk pula dalam dewan redaksi. Isi majalah menjelaskan tentang kegiata-kegiatan sekolah, karangan guru-guru, orangtua dan peserta didik, pengumuman-pengumuman dan sebagainya.
c.       Pameran sekolah
Suatu teknik yang efektif untuk member informasi tentang hasil kegiatan dan keadaan sekolah pada masyarakat ialah penyelenggaraan pameran sekolah dengan membuat atau menagtur hasil pekerjaan peserta didik diluar sekolah atau di sekolah. Pameran sekolah akan menjadi lebih efektif lagi jika kegiatan-kegiatan itu disiarkan melalui siaran-siaran pers dan radio di tempai itu sehingga dapat menarik banyak orang dalam masyarakat.
d.      Open House
Open house adalah teknik untuk mempersilahkan masyarakat yang berminat untuk meninjau sekolah serta mengobservasi kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil pekerjaan peserta didik di sekolah yang diadakan pada waktu-waktu tertentu, misalnya di akhir tahun ajaran.
e.       Kunjungan orangtua peserta didik ke sekolah
Orangtua diberi kesempatan untuk melihat anak-anak mereka belajar di dalam kelas, juga untuk melihat kegiatan-kegiatan di laboratorium, perlengkapan-perlengkapan, gambar-gambar dan sebagainya, sehingga mereka memperoleh gambaran yang jelas tentang kehidupan di sekolah. Setelah itu orangtua diajak berdiskusi dan mengadakan penilaian.
f.        Kunjungan ke rumah peserta didik
kunjungan ke rumah orangtua peserta didik merupakan tenik yang sangat efektif dalam mengadak hubungan dengan orangtua di rumah agar dapat mengetahui latar belakang hidup anak-anak. Banyak masalah yang dapat dipecahkan dengan teknik ini, antara lain masalah kesehatan peserta didik, ketidakhadiran, pekerjaan ruah, masalah kurangnya pengertian orangtua tentang sekolah dan sebagainya.
g.      Laporan Tahunan
Laporan tahunan dibuat oleh kepala sekolah dan diberikan kepada aparat pendidikan lebih atas. Laporan ini berisi masalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh sekolah termasuk kurikulum, personalia, anggaran, biaya dan sebagainya. Selanjutnya aparat tersebut memberikan laporan pada masyarakat.
h.      Organisasi perkumpulan alumni
Organisasi perkumpulan alumni adalah suatu alat yang sangat baik untuk dimanfaatkan dalam memelihara serta meningkatkan hubungan antara sekolah dengan masyarakat. Peserta didik yang telah tamat sekolah biasanya mempunyai kenangan dan mereka merasa berkewajiban moral untuk membantu sekolahnya baik berupa materil maupun moril.
i.        Kegiatan ekstrakurikuler
Apabila ada kegiatan ekstrakurikuler yang sudah dianggap matang untuk dipertunjukkan kepada orangtua peserta didik dan masyarakat, seperti sepakbola, drama, pramuka, pecinta alam dan sebagainya, maka sangat tepat sekali kegiatan itu ditampilkan ke dalam masyarakat. Karena itu, program ekstrakurikuler hendaknya direncanakan dan diatur agar dapat dimanfaatkan dalam kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat.
Secara rinci, Leslie W. Kindred menjelaskan bahwa pada dasarnya teknik hubungan masyarakat dalam lembaga pendidikan itu ada tiga, yaitu:
1.      Membuat presentasi lisan
Kesuksesan administrator sekolah tidak diukur dari kepintaran mereka mengatur keuangan atau karena mereka memiliki kemampuan mengelola kurikulum yang baik, namun masyarakat menial bahwa kesuksesan administrator sekolah adalah seberapa baik mereka menyampaikan ide-ide atau gagasan-gagasan mereka pada masyarakat baik dalam skala kecil maupun besar, sebab kebanyakan waktu mereka adalah untuk bertemu dengan orang-orang, sehingga diperlukan kemampuan dan keahlian tersendiri.
2.      menggunakan alat komunikasi radio
radio adalah alat komunikasi yang sangat efktif untuk menyampaikan pesan atau informasi tentang sekolah pada masyarakat karena radio merupakan alat komunikasi yang mudah di dapat dan bergerak serta bisa dibawa kemana-mana. Masyarakat khususnya orangtua peserta didik yang tidak mendapatkan informasi melalui surat kabar atau karena tidak hadir dalam pertemuan, mereka bisa menerima informasi melalui radio.
Menurut Leslie W. Kindred ada beberapa keutamaan radio bagi sekolah, diantaranya dapat memberikan informasi dengan cepat, praktis bisa di bawa kemana-mana, ringkas dan terjangkau. Teknik-teknik hubungan masyarakat dalam lembaga pendidikan yang diungkapkan oleh pakar diatas sangatlah ideal, apabila teknik-teknik tersebut diatas diterapkan sebuah lembaga pendidikan maka lembaga tersebut akan maju pesat, namun bila melihat kondisi lembaga pendidikan secara umum belum dapat melakukan semua teknik-teknik hubungan masyarakat seperti yang disebutkan diatas karena terkendala oleh dana dan sumberdaya manusia yang akan menjalankan teknik-teknik tersebut.



Daftar Pustaka

Asmani, Jamal Ma’mur. 2009. Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan         Pendidikan Profesional. Yogyakarta: Diva Press.

Bafadal, Ibrahim. 2003. Manajemen Perlengkapan Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

Everard,K.B, geoffrey Morris and Ian Wilson.(2004). Effectie School Management. London: Paul Chapman Publishing

Imron, Ali. 1995. Manajemen Peserta Didik Di Sekolah. Malang: IKIP Malang.

Kusmintardjo. 1992. Pengelolaan Layanan Khusus di Sekolah (Jilid I). Malang: IKIP Malang.

Mulyasa, E. 2011. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Rosdakarya

Ofsted. 1995. Office for Standards in Education. London

Pidarta, Made. 1988. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT. Bina Aksara

Purwanto, Ngalim. 2009. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya

Tim Dosen Universitas Pendidikan Indonesia. 2010. Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta


0 comments:

Copyright © 2013 MTs. AS-SHOHIBIYAH